 MASA KECIL
MASA KECILImam Bukhari (semoga Allah merahmatinya) lahir di Bukhara,  Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad  bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju’fiy Al  Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama Bukhari. Beliau lahir  pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M).  Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster.  Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan  Al-Yaman el-Ja’fiy. Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan  keprihatinan. Di samping menjadi anak yatim, juga tidak dapat melihat  karena buta (tidak lama setelah lahir, beliau kehilangan penglihatannya  tersebut). Ibunya senantiasa berusaha dan berdo’a untuk kesembuhan  beliau. Alhamdulillah, dengan izin dan karunia Allah, menjelang usia 10  tahun matanya sembuh secara total.
Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli  hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim,  Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab  fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi.  Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin  kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua  ulama di dunia merujuk kepadanya.
Tempat beliau lahir kini termasuk wilayah Rusia, yang waktu itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan Islam sesudah Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah itu pula yang telah melahirkan filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah. Sekalipun daerah tersebut telah jatuh di bawah kekuasaan Uni Sovyet (Rusia), namun menurut Alexandre Benningsen dan Chantal Lemercier Quelquejay dalam bukunya “Islam in the Sivyet Union” (New York, 1967), pemeluk Islamnya masih berjumlah 30 juta. Jadi, merupakan daerah yang pemeluk Islamnya nomor lima besar di dunia setelah Indonesia, Pakistan, India dan Cina.
KELUARGA DAN GURU IMAM BUKHARITempat beliau lahir kini termasuk wilayah Rusia, yang waktu itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan Islam sesudah Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah itu pula yang telah melahirkan filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah. Sekalipun daerah tersebut telah jatuh di bawah kekuasaan Uni Sovyet (Rusia), namun menurut Alexandre Benningsen dan Chantal Lemercier Quelquejay dalam bukunya “Islam in the Sivyet Union” (New York, 1967), pemeluk Islamnya masih berjumlah 30 juta. Jadi, merupakan daerah yang pemeluk Islamnya nomor lima besar di dunia setelah Indonesia, Pakistan, India dan Cina.
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab  As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang  wara’ dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang hukumnya bersifat  syubhat (ragu-ragu), terlebih lebih terhadap hal-hal yang sifatnya  haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan  mudir dari Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat  ketika Bukhari masih kecil.
Perhatiannya kepada ilmu hadits yang sulit dan rumit itu sudah tumbuh sejak usia 10 tahun, hingga dalam usia 16 tahun beliau sudah hafal dan menguasai buku-buku seperti “al-Mubarak” dan “al-Waki”. Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci Mekkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu beliau mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadits. Pada usia 18 tahun beliau menerbitkan kitab pertamanya “Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien” (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien).
Bersama gurunya Syekh Ishaq, beliau menghimpun hadits-hadits shahih  dalam satu kitab, di mana dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh  80.000 perawi disaring lagi menjadi 7275 hadits. Diantara guru-guru  beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain adalah Ali  bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al  Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan  Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip  dalam kitab Shahih-nya.
JENIUSBukhari diakui memiliki daya hapal tinggi, yang diakui oleh kakaknya Rasyid bin Ismail. Kakak sang Imam ini menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberapa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia sering dicela membuang waktu karena tidak mencatat, namun Bukhari diam tak menjawab. Suatu hari, karena merasa kesal terhadap celaan itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka, kemudian beliau membacakan secara tepat apa yang pernah disampaikan selama dalam kuliah dan ceramah tersebut. Tercenganglah mereka semua, lantaran Bukhari ternyata hafal di luar kepala 15.000 hadits, lengkap dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.Ketika sedang berada di Bagdad, Imam Bukhari pernah didatangi oleh 10 orang ahli hadits yang ingin menguji ketinggian ilmu beliau. Dalam pertemuan itu, 10 ulama tersebut mengajukan 100 buah hadits yang sengaja “diputar-balikkan” untuk menguji hafalan Imam Bukhari. Ternyata hasilnya mengagumkan. Imam Bukhari mengulang kembali secara tepat masing-masing hadits yang salah tersebut, lalu mengoreksi kesalahannya, kemudian membacakan hadits yang benarnya. Ia menyebutkan seluruh hadits yang salah tersebut di luar kepala, secara urut, sesuai dengan urutan penanya dan urutan hadits yang ditanyakan, kemudian membetulkannya. Inilah yang sangat luar biasa dari sang Imam, karena beliau mampu menghafal hanya dalam waktu satu kali dengar.
Selain terkenal sebagai seorang ahli hadits, Imam Bukhari ternyata tidak melupakan kegiatan lain, yakni olahraga. Ia misalnya sering belajar memanah sampai mahir, sehingga dikatakan sepanjang hidupnya, sang Imam tidak pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunnah Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan anak panah dan alat-alat perang lainnya.
Karyanya yang pertama berjudul “Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien”  (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien). Kitab ini  ditulisnya ketika masih berusia 18 tahun. Ketika menginjak usia 22  tahun, Imam Bukhari menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama-sama  dengan ibu dan kakaknya yang bernama Ahmad. Di sanalah beliau menulis  kitab “At-Tarikh” (sejarah) yang terkenal itu. Beliau pernah berkata,  “Saya menulis buku “At-Tarikh” di atas makam Nabi Muhammad SAW di waktu  malam bulan purnama.”
Karya Imam Bukhari lainnya antara lain adalah kitab Al-Jami’ ash  Shahih, Al-Adab al Mufrad, At Tharikh as Shaghir, At Tarikh Al Awsat, At  Tarikh al Kabir, At Tafsir Al Kabir, Al Musnad al Kabir, Kitab al  ‘Ilal, Raf’ul Yadain fis Salah, Birrul Walidain, Kitab Ad Du’afa, Asami  As Sahabah dan Al Hibah. Diantara semua karyanya tersebut, yang paling  monumental adalah kitab Al-Jami’ as-Shahih yang lebih dikenal dengan  nama Shahih Bukhari.
Dalam sebuah riwayat diceritakan, Imam Bukhari berkata: “Aku bermimpi  melihat Rasulullah saw., seolah-olah aku berdiri di hadapannya, sambil  memegang kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan  mimpi itu kepada sebagian ahli ta’bir, ia menjelaskan bahwa aku akan  menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadits-hadits  Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk  melahirkan kitab Al-Jami’ As-Sahih.”
Dalam menghimpun hadits-hadits shahih dalam kitabnya tersebut, Imam  Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang  menyebabkan keshahihan hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan. Ia  berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan  para perawi, serta memperoleh secara pasti kesahihan hadits-hadits yang  diriwayatkannya.
Imam Bukhari senantiasa membandingkan hadits-hadits yang  diriwayatkan, satu dengan lainnya, menyaringnya dan memilih mana yang  menurutnya paling shahih. Sehingga kitabnya merupakan batu uji dan  penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin dari  perkataannya: “Aku susun kitab Al Jami’ ini yang dipilih dari 600.000  hadits selama 16 tahun.” 
Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya, diantaranya adalah Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj (pengarang kitab Shahih Muslim). Imam Muslim menceritakan: “Ketika Muhammad bin Ismail (Imam Bukhari) datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur yang memberikan sambutan seperti apa yang mereka berikan kepadanya.” Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya Az Zihli (guru Imam Bukhari) berkata: “Barang siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, sebab aku sendiri akan ikut menyambutnya.”
PENELITIAN HADITSBanyak para ahli hadits yang berguru kepadanya, diantaranya adalah Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj (pengarang kitab Shahih Muslim). Imam Muslim menceritakan: “Ketika Muhammad bin Ismail (Imam Bukhari) datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur yang memberikan sambutan seperti apa yang mereka berikan kepadanya.” Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya Az Zihli (guru Imam Bukhari) berkata: “Barang siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, sebab aku sendiri akan ikut menyambutnya.”
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan  waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para  perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara  kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah,  Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari  sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali.  Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari  merekalah beliau mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
Namun tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan,  melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat,  diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan  apakah perawi (periwayat/pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqqah  (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan  sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami’ as-Shahih yang  dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para perawi  tersebut, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan  kepada para perawi juga cukup halus namun tajam. Kepada para perawi yang  sudah jelas kebohongannya ia berkata, “Perlu dipertimbangkan, para  ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam dari hal itu” sementara  kepada para perawi yang haditsnya tidak jelas ia menyatakan “Haditsnya  diingkari”. Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan  kejujurannya. Beliau berkata “Saya meninggalkan 10.000 hadits yang  diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan  hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh  perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan”.
Banyak para ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak  mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk  mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadits, mencek  keakuratan sebuah hadits ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi  meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad,  Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang dikatakan beliau “Saya telah  mengunjungi Syam, Mesir dan Jazirah masing-masing dua kali, ke Basrah  empat kali menetap di Hijaz selama enam tahun dan tidak dapat dihitung  berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama  ahli hadits.”
Disela-sela kesibukannya sebagai sebagai ulama, pakar hadits, ia juga  dikenal sebagai ulama dan ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan  kegiatan olahraga dan rekreatif seperti belajar memanah sampai mahir,  bahkan menurut suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah  kecuali dua kali.
METODE PENULISAN KITAB HADITS
Sebagai intelektual muslim yang berdisiplin tinggi, Imam Bukhari  dikenal sebagai pengarang kitab yang produktif. Karya-karyanya tidak  hanya dalam disiplin ilmu hadits, tapi juga ilmu-ilmu lain, seperti  tafsir, fikih, dan tarikh. Fatwa-fatwanya selalu menjadi pegangan umat  sehingga ia menduduki derajat sebagai mujtahid mustaqil (ulama yang  ijtihadnya independen), tidak terikat pada mazhab tertentu, sehingga  mempunyai otoritas tersendiri dalam berpendapat dalam hal hukum.
Pendapat-pendapatnya terkadang sejalan dengan Imam Abu Hanifah (Imam  Hanafi, pendiri mazhab Hanafi), tetapi terkadang bisa berbeda dengan  beliau. Sebagai pemikir bebas yang menguasai ribuan hadits shahih, suatu  saat beliau bisa sejalan dengan Ibnu Abbas, Atha ataupun Mujahid dan  bisa juga berbeda pendapat dengan mereka.
Diantara puluhan kitabnya, yang paling masyhur ialah kumpulan hadits  shahih yang berjudul Al-Jami’ as-Shahih, yang belakangan lebih populer  dengan sebutan Shahih Bukhari. Ada kisah unik tentang penyusunan kitab  ini. Suatu malam Imam Bukhari bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad  saw., seolah-olah Nabi Muhammad saw. berdiri dihadapannya. Imam Bukhari  lalu menanyakan makna mimpi itu kepada ahli mimpi. Jawabannya adalah  beliau (Imam Bukhari) akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan  yang disertakan orang dalam sejumlah hadits Rasulullah saw. Mimpi  inilah, antara lain yang mendorong beliau untuk menulis kitab “Al-Jami  ‘as-Shahih”.
Dalam menyusun kitab tersebut, Imam Bukhari sangat berhati-hati.  Menurut Al-Firbari, salah seorang muridnya, ia mendengar Imam Bukhari  berkata. “Saya susun kitab Al-Jami’ as-Shahih ini di Masjidil Haram,  Mekkah dan saya tidak mencantumkan sebuah hadits pun kecuali sesudah  shalat istikharah dua rakaat memohon pertolongan kepada Allah, dan  sesudah meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar shahih”. Di Masjidil  Haram-lah ia menyusun dasar pemikiran dan bab-babnya secara sistematis.
Setelah itu ia menulis mukaddimah dan pokok pokok bahasannya di  Rawdah Al-Jannah, sebuah tempat antara makam Rasulullah dan mimbar di  Masjid Nabawi di Madinah. Barulah setelah itu ia mengumpulkan sejumlah  hadits dan menempatkannya dalam bab-bab yang sesuai. Proses penyusunan  kitab ini dilakukan di dua kota suci tersebut dengan cermat dan tekun  selama 16 tahun. Ia menggunakan kaidah penelitian secara ilmiah dan  cukup modern sehingga hadits haditsnya dapat dipertanggung-jawabkan.
Dengan bersungguh-sungguh ia meneliti dan menyelidiki kredibilitas  para perawi sehingga benar-benar memperoleh kepastian akan keshahihan  hadits yang diriwayatkan. Ia juga selalu membandingkan hadits satu  dengan yang lainnya, memilih dan menyaring, mana yang menurut  pertimbangannya secara nalar paling shahih. Dengan demikian, kitab  hadits susunan Imam Bukhari benar-benar menjadi batu uji dan penyaring  bagi sejumlah hadits lainnya. “Saya tidak memuat sebuah hadits pun dalam  kitab ini kecuali hadits-hadits shahih”, katanya suatu saat.
Di belakang hari, para ulama hadits menyatakan, dalam menyusun kitab  Al-Jami’ as-Shahih, Imam Bukhari selalu berpegang teguh pada tingkat  keshahihan paling tinggi dan tidak akan turun dari tingkat tersebut,  kecuali terhadap beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari  sebuah bab.
Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu  memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara  berulang, dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan.  Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam  kitab At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata  pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau penjelasan  atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat  dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang dimuat secara  berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu’allaq (ada  kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan) ada  159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat  berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli  hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata  karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.
FITNAHMuhammad bin Yahya Az-Zihli berpesan kepada para penduduk agar  menghadiri dan mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata:  “Pergilah kalian kepada orang alim dan saleh itu, ikuti dan dengarkan  pengajiannya.” Namun tak lama kemudian ia mendapat fitnah dari  orang-orang yang dengki. Mereka menuduh sang Imam sebagai orang yang  berpendapat bahwa “Al-Qur’an adalah makhluk.”
Hal inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya, Az-Zihli  kepadanya. Kata Az-Zihli: “Barang siapa berpendapat bahwa  lafadz-lafadz Al-Qur’an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid’ah. Ia  tidak boleh diajak bicara dan majelisnya tidak boleh didatangi. Dan  barang siapa masih mengunjungi majelisnya, curigailah dia.” Setelah  adanya ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya.
Sebenarnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan  kepadanya itu. Diceritakan, seseorang berdiri dan mengajukan pertanyaan  kepadanya: “Bagaimana pendapat Anda tentang lafadz-lafadz Al-Qur’an,  makhluk ataukah bukan?” Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau  menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali.
Tetapi orang itu terus mendesak. Ia pun menjawab: “Al-Qur’an adalah  kalam Allah, bukan makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk  dan fitnah merupakan bid’ah.” 
Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq (pengambil kebijakan) dan ulama salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Bukhari pernah berkata: “Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Al-Quran adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah SAW, yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Dengan berpegang pada keimanan inilah aku hidup, aku mati dan dibangkitkan di akhirat kelak, insya Allah.” Di lain kesempatan, ia berkata: “Barang siapa menuduhku berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur’an adalah makhluk, ia adalah pendusta.”
AKHIR HAYATPendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq (pengambil kebijakan) dan ulama salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Bukhari pernah berkata: “Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Al-Quran adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah SAW, yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Dengan berpegang pada keimanan inilah aku hidup, aku mati dan dibangkitkan di akhirat kelak, insya Allah.” Di lain kesempatan, ia berkata: “Barang siapa menuduhku berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur’an adalah makhluk, ia adalah pendusta.”
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari.  Isinya, meminta dirinya agar menetap di negeri itu (Samarkand). Ia pun  pergi memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di  Khartand, sebuah desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km) sebelum  Samarkand, ia singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa  familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan  Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul  Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas  Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Sebelum meninggal dunia, ia  berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai  kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan  dengan baik oleh masyarakat setempat. Beliau meninggal tanpa  meninggalkan seorang anakpun.
 
No comments:
Post a Comment